Jumat, 29 Juni 2012

Rasa Sayang yang tidak Tersampaikan


Beberapa tahun belakangan, saya beberapa kali mendengar kalimat : “Seringkali orang tua tidak tahu cara membimbing anaknya dengan baik sehingga tanpa mereka sadari mereka telah memberikan luka batin bagi anak-anaknya”. Sewaktu SMP, saya tidak terlalu paham dan mengerti maksud dari kalimat yang cukup sering saya dengar itu, hingga pada akhirnya saya merasakan yang dinamakan dengan luka batin karena orang tusaya.


Luka batin ini diawali saat saya masuk SMA, dimana saat itu saya mendaftar di SMA PL Vanlith Muntilan. Pada saat saya mendaftar di SMA Vanlith Muntilan dan mengikuti test disana, ternyata saya dinyatakan tidak lolos. Setelah itu saya segera mendaftar di salah satu SMA swasta yang cukup baik di Semarang (SMA Sedes Sapienteae Semarang) hingga akhirnya diterima di SMA tersebut. Selang beberapa waktu setelah pengumuman hasil UAN saya mencoba untuk mendaftar di salah satu SMA Negeri 3 Semarang, namun dengan tetap menyertakan SMA Negeri 4 Semarang sebagai cadangan. Kemudian saya mengumpulkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk masuk ke SMA tersebut dan sembari menunggu hasilnya, saya memutuskan untuk berlibur di Purbalingga. Pada malam sebelum saya berangkat ke Purbalingga, saya berkata kepada bapak dan ibu “Pak, Bu, kalau saya ga ketrima di SMA N 3 saya mau sekolah di SMA Sedes Sapienteae saja”. Bapak dan ibu kemudian bertanya kenapa saya mengambil keputusan seperti itu dan saya menjawab : “Dulu waktu kelas 1 dan 2 SMP saya sekolah di SMP Negeri dan prestasiku ternyata semakin menurun. Tapi semenjak saya pindah di SMP swasta waktu kelas 3 SMP ternyata prestasiku bisa meningkat dengan tajam”. Setelah itu saya terdiam beberapa saat dan berkata lagi : “Saya cuma  butuh guru yang telaten dan sabar”.


Keesokan harinya saya berangkat ke Purbalingga untuk liburan disana selama 2 minggu dan menginap dirumah tanteku. Pada hari ke 3 liburanku di Purbalingga saya mendapat sms bahwa saya diterima di SMA N 4. Setelah itu saya langsung menghubungi bapak dan ibu via telp untuk mengatakan bahwa kenapa seperti ini jadinya. Dari awal saya sudah berkata bahwa kalau saya tidak diterima di SMA N 3 saya ingin sekolah di SMA Sedes saja. Tetapi orang tusaya kekeuh dengan pilihannya dan tetap menyuruhku masuk SMA N 4 karena mereka beranggapan bahwa dengan masuk SMA negeri saya bisa lebih mudah masuk PTN. Mereka juga sampai meminta tolong pakdhe budheku yang ada disana untuk membujukku supaya saya mau masuk ke SMA Negeri. Setelah pakdhe budheku pulang dari rumah tanteku, saya masuk ke kamar dan menangis. Tanteku masuk ke kamar untuk menghiburku dan saya hanya menangis sambil berbicara padanya : “ Walaupun saya belum dewasa, tapi saya tahu bagaimana kapasitasku dan saya juga bisa membedakan guru seperti apa yang bisa meng-handle saya. Tapi kenapa bapak dan ibu tidak mau mengerti dan tetap memaksakan kehendak mereka?”. Akhirnya setelah kejadian itu saya masuk ke SMA N 4 Semarang dan seperti yang saya kira sekolah 3 tahun rasanya seperti membuang waktu dan tenaga karena saya tidak mendapatkan apa-apa. Setiap penerimaan rapot saya hampir selalu dimarahin bapak karena nilaiku yang jelek. Saya bukannya tidak berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kondisi sekolah, tapi saya sudah berusaha dan hasilnya gagal.

Waktu berlalu begitu saja hingga pada akhirnya saya dapat lulus dari SMA dan berniat melanjutkan ke salah satu PTN di Surakarta. Saat saya lulus SMA dan mencari Perguruan Tinggi, kebetulan adikku juga sedang mencari SMA dan dia memilih untuk bersekolah di Surakarta. Pada saat itu muncul rasa iri hati dalam diriku karena saya merasa beliau begitu mendukung adikku untuk bersekolah di Surakarta dengan bidang yang dia inginkan (Teknik Mesin) sementara cita-cita ku dan keinginanku kuliah di luar kota kurang didukung.  Akhirnya adikku berhasil masuk di sekolah yang dia inginkan dan anggapan orang tusaya yang menyatakan bahwa jika kamu masuk SMA Negeri akan lebih mudah masuk PTN tidak terbukti. Pada akhirnya masuk di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dengan jurusan teknologi pangan. Pada saat saya mendaftar di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, saya kembali mengalami luka yang sama karena bapakku memakssaya untuk mengambil pilihan kedua “Ilmu Komputer” padahal saya tidak suka berkutat dengan komputer. Sampai saat ini saya masih tetap kuliah di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dengan jurusan teknologi pangan, walaupun tidak sesuai dengan passionku.

Saya telah memaafkan orang tua saya dan dari pengalaman ini saya mengambil makna :


Saya percaya setiap bahwa orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya, namun apa yang terbaik menurut orang tua belum tentu merupakan hal yang terbaik untuk anaknya. Saya percaya bahwa semua orang tua pasti sudah banyak makan asam garam kehidupan. Tetapi jaman terus berubah, dibutuhkan suatu KOMUNIKASI DUA ARAH antara orang tua dan anak. Anak itu bukanlah OBYEK tetapi mereka adalah SUBYEK yang dititipkan oleh Tuhan.


Mungkin anda BUKAN merupakan salah satu tipe orang tua yang secara tidak sadar pernah memberikan luka batin bagi anak anda, namun dengan adanya tulisan ini saya berharap kita bisa lebih peka pada kenyataan yang memang ada di masyarakat. Tulisan ini saya buat hanya untuk sekedar sharing dan khusus dedikasikan untuk semua orang tua yang menyayangi anaknya.


-dam-