Beberapa waktu yang lalu, saya memanfaatkan waktu luang saya untu membuka salah
satu akun jejaring sosial yang saya miliki. Pada awalnya, saya hanya berniat
untuk melihat-lihat postingan yang dibuat oleh teman-teman saya. Namun,
perhatian saya tiba-tiba tertuju pada sebuah postingan yang bertuliskan “Just follow your heart”. Melihat tulisan itu saya kemudian
teringat kembali dengan kejadian yang pernah terjadi beberapa waktu yang lalu.
Kejadian itu
berawal dari diadakannya rapat OMK pada hari sabtu yang lalu. Dalam rapat
tersebut, kami diharuskan untuk membahas tentang rencana kerja kami selama setahun ke depan. Rencana
kerja kami untuk setahun ke depan diawali dengan mengadakan Misa pelajar pada bulan februari ini. Pada
awalnya kami tidak menemukan adanya perdebatan berarti pada saat kami menentukan
susunan kepanitiaan Misa pelajar dan jadwal petugas pengisi Misa pelajar. Namun
situasi kemudian menjadi berubah ketika ada salah satu teman kami yang
mengusulkan untuk mengadakan acara kumpul-kumpul dan makan-makan seusai Misa.
Dalam usulannya dia mengatakan bahwa untuk menarik banyak masa, kami dapat
mengajak teman-teman yang lain untuk berkumpul, makan makan, dan senang-senang
seusai Misa. “Yang penting kumpul dan seneng-seneng dulu” katanya. Saya terus
terang merasa tidak setuju dengan ide dan gagasan tersebut karena kita seolah
melakukan sesuatu yang tidak jelas arahnya *padahal ini masih berada di dalam lingkup Gereja. Saya merasa bahwa alangkah lebih baik jika kegiatan berkumpul dan bersenang-senang itu dilakukan
diluar lingkup Gereja.
Saya yang tidak
setuju dengan ide dan gagasan tersebut kemudian mengungkapkan gagasan yang
lain. Dalam gagasan tersebut, saya mengemukakan bahwa bagaimana jika kami
membuat Misa yang menarik sehingga membuat teman-teman yang lain menjadi
tertarik untuk datang. Saya juga memberi contoh seperti menyelipkan drama sebelum
romo memberikan homili, atau membuat mini games dengan menempatkan romo sebagai
pemimpin games tersebut. Namun hal tersebut tentusaja tetap harus
dikomunikasikan dengan Romo sebelumnya, agar apa yang kami lakukan
tidak menyimpang dari pokok-pokok ekaristi. Selain itu saya juga berharap
dengan adanya drama atau mini games tersebut, kita bisa lebih mudah untuk
mengerti apa yang disampaikan dalam Kitab Suci.
Gagasan saya ini
langsung saja mendapatkan tanggapan negatif dari teman-teman OMK yang lain.
Salah seorang teman *yang kebetulan ketua panitia langsung menyatakan ketidak
setujuannya pada gagasan saya dan mengatakan bahwa ia menginginkan Misa
yang benar-benar seperti Misa minggu biasa. Teman yang lain pun menambahkan bahwa
adanya drama atau mini games tersebut akan membuat konsentrasi dari teman-teman
yang mengikuti Misa akan terpecah. Selain itu dia juga mengatakan bahwa jika
kami membuat drama/mini games di tengah Misa, dikhawatirkan kami akan terbawa
oleh ajaran agama lain. Mendengar ungkapan dan ketidak setujuan dari
teman-teman OMK yang lain saya haya diam dan hanya berkata di dalam hati bahwa
gagasan yang saya sampaikan mungkin kurang tepat dan baik.
Selang beberapa
hari berlalu, saya akhirnya berkonsultasi dengan ibu saya mengenai masalah
tersebut. Ibu saya yang kebetulan adalah guru agama itu hanya menyampaikan
bahwa jika memang tujuannya untuk mempermudah kami dalam menyampaikan pesan
yang ada di Kitab Suci kepada teman-teman yang lain, tentu saja diperbolehkan.
Namun dengan catatan bahwa hal tersebut harus dikomunikasikan sebelumnya dengan
Romo sebagai pemimpin Misa. Hal tersebut tentu saja akan menjadi lebih baik
daripada kita melakukan sesuatu yang tidak jelas arahnya. Lebih lanjut, saya juga semakin menyadari
bahwa ajaran agama yang saya anut itu luwes dan bersifat terbuka pada hal-hal
yang dirasa baik *namun tetap harus sesuai dengan tatanan yang ada. Saya juga merasakan bahwa ajaran agama yang saya anut itu
tidak takut terbawa oleh ajaran agama yang lain, karena sifatnya yang unik dan
khas.
Dari permasalahan
tersebut saya hanya merasakan bahwa betapa sulitnya bagi kita untuk mengikuti
hati kita. Mengapa tidak? Dimanapun kita berada, kita pasti akan selalu menemukan orang yang tidak sepaham dengan kita karena kita memang diciptakan
unik dan berbeda. Sikap untuk mengikuti suara hati kita ini akan semakin sulit lagi apabila apa yang dikatakan
oleh hati kita itu terkesan “berbeda” dengan pendapat dan pola pikir
teman-teman yang sepemikiran, padahal apa yang berbeda itu belum tentu salah. Sikap
manusia yang terlalu cepat menyanggah *dibaca berpikiran tertutup terhadap
sesuatu yang dinilai berbeda pun juga akan semakin menyulitkan kita untuk dapat
menyuarakan dan mengikuti hati kita.
Namun kita tidak
perlu kawatir untuk tetap mengikuti suara hati kita, selama itu benar. Selain itu, kita pun
juga harus tetap menjaga suara hati kita dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik
agar suara hati kita tetap murni dan benar.
Bangkitlah! Gunakan hati dan otakmu! - Rm Suma-
Bangkitlah! Gunakan hati dan otakmu! - Rm Suma-
-dam-