Dedicated for my beloved HASP
Menurut saya secara pribadi, bekerja itu adalah suatu proses pembelajaran tiada henti dan inilah yang saya maksudkan dengan aktualisasi diri. Entah apapun pekerjaannya, jika saya menganggap pekerjaan itu sebagai media pembelajaran maka saya akan mencoba untuk belajar lebih dan lebih. Namun ketika saya gagal, maka saya akan kembali lagi mencobanya karena wajar saja saya gagal “lha wong namanya orang belajar pasti ada gagalnya”. Sama kaya orang belajar naik sepeda, pasti pernah jatuh juga. Jika orang itu mau bisa naik sepeda dengan baik yaa harus bangkit lagi untuk kembali belajar menaiki sepeda.
Nilai ini tampaknya saya yakini benar karena semua
pekerjaan sambilan yang saya kerjakan selalu saya dasarkan pada nilai-nilai
tersebut. Ketika saya menjadi tutor les, staff administrasi, pelayan di sebuah
café hingga seorang marketingpun saya menganggapnya adalah suatu proses
pembelajaran. Proses pembelajaran ini bagi saya bukan hanya sekedar belajar
untuk mendapatkan uang sendiri, namun lebih daripada itu. Saya belajar untuk
melakukan apapun yang saya bisa, walaupun itu tidak sesuai dengan job desc saya. Mungkin ketika saya mau
untuk melakukan apapun, anda akan berpikir bahwa saya adalah orang yang gampang
“disuruh-suruh”. Padahal tidak! Saya
beranggapan bahwa dengan mau mencoba untuk melakukan apapun, maka saya akan menjadi
pribadi yang mempunyai nilai lebih. Kemampuan sayapun akan meningkat ketika saya
mampu untuk menyelesaikan banyak tantangan. Entah itu menyelesaikan tantangan
pekerjaan, kemampuan berkomunikasi, hingga kemampuan untuk menghadapi orang
lain dengan bermacam-macam jenisnya. Jadi tidak salah kan jika kita mau untuk
melakukan hal apapun selagi bisa? Dan tentusaja tidak hanya terbatas pada
bidang yang kita tekuni.
“TAKE RISK”
IF YOU WIN, YOU WILL HAPPY
IF YOU LOSE, YOU WILL BE WISE
Bekerja bagi saya bukan semata-mata karena uang,
tetapi adalah proses belajar. Saya tidak pernah menuntut untuk digaji sekian
dan justru saya malu ketika saya dibayar namun saya tidak dapat menyelesaikan
tugas dengan baik. Misalnya saja seperti ini: ketika saya menjadi seorang tutor
les, saya sadar betul bahwa setiap anak itu unik dan berbeda. Saya tidak bisa memaksakan
cara belajar saya kepada anak tersebut, yang ada justru saya yang menyesuaikan
cara mengajar saya dengan anak tersebut. Ketika cara yang saya tempuh tidak
bisa membuat si anak tersebut menjadi lebih baik, saya akan berusaha mencari
metode pengajaran yang lain agar dia bisa lebih baik lagi. Sayapun rela tidak
dibayar ketika saya gagal. Ini adalah prinsip karena bagi saya yang terpenting
adalah bagaimana si anak bisa belajar dengan baik.
Lebih lanjut lagi bahwa dalam proses aktualisasi diri
ini saya belajar untuk mengendalikan emosi. Saya sadar betul bahwa emosi
memainkan peranan utama di dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika kita tidak
mampu mengelola emosi kita dengan baik, lihat apa yang akan terjadi! Masalah
menjadi semakin rumit, hubungan pertemanan menjadi hancur dan yang terpenting
adalah tujuan kita tidak akan pernah tercapai. Lebih mudah memang bagi
seseorang untuk melampiaskan emosi secara membabi buta, namun sulit bagi mereka
untuk melampiaskan emosi secara elegan. Sebenarnya kalau kita telisik lebih
lanjut, apa untungnya sih kalau kita melampiaskan emosi secara membabi buta?
Jika lebih banyak untungnya daripada ruginya, boleh lah kita melampiaskan emosi
dengan membabi buta. Namun jika lebih banyak ruginya, buat apa?
Keebetulan kemarin saya melihat sebuah film dimana
dua orang wanita paruh baya yang sampai saling menabrakkan mobilnya hanya
karena mereka tidak bisa mengelola emosinya dengan baik. Sebabnya cukup simpel.
Hanya karena awalnya salah satu dari mereka tidak sengaja membuka pintu terlalu
lebar sehingga pintu mobilnya tidak sengaja mengenai pintu mobil wanita yang
lain. Lihat! Bagaimana emosi bisa menghancurkan semuanya, padahal awalnya
masalahnya hanya sepele. Kalau sudah seperti ini, apakah masih berniat untuk
melampiaskan emosi secara membabi buta? Tidak mudah memang untuk mengelola
emosi dengan baik, namun ketika kita tidak mau untuk terus mencobanya yaa kita
tidak akan bisa. –dam-