Sabtu, 09 Februari 2013

Just follow your chaste heart


Beberapa waktu yang lalu, saya memanfaatkan waktu luang saya untu membuka salah satu akun jejaring sosial yang saya miliki. Pada awalnya, saya hanya berniat untuk melihat-lihat postingan yang dibuat oleh teman-teman saya. Namun, perhatian saya tiba-tiba tertuju pada sebuah postingan yang bertuliskan “Just follow your heart”. Melihat tulisan itu saya kemudian teringat kembali dengan kejadian yang pernah terjadi beberapa waktu yang lalu.


Kejadian itu berawal dari diadakannya rapat OMK pada hari sabtu yang lalu. Dalam rapat tersebut, kami diharuskan untuk membahas tentang rencana kerja kami selama setahun ke depan. Rencana kerja kami untuk setahun ke depan diawali dengan mengadakan Misa pelajar pada bulan februari ini. Pada awalnya kami tidak menemukan adanya perdebatan berarti pada saat kami menentukan susunan kepanitiaan Misa pelajar dan jadwal petugas pengisi Misa pelajar. Namun situasi kemudian menjadi berubah ketika ada salah satu teman kami yang mengusulkan untuk mengadakan acara kumpul-kumpul dan makan-makan seusai Misa. Dalam usulannya dia mengatakan bahwa untuk menarik banyak masa, kami dapat mengajak teman-teman yang lain untuk berkumpul, makan makan, dan senang-senang seusai Misa. “Yang penting kumpul dan seneng-seneng dulu” katanya. Saya terus terang merasa tidak setuju dengan ide dan gagasan tersebut karena kita seolah melakukan sesuatu yang tidak jelas arahnya *padahal ini masih berada di dalam lingkup Gereja. Saya merasa bahwa alangkah lebih baik jika kegiatan berkumpul dan bersenang-senang itu dilakukan diluar lingkup Gereja.


Saya yang tidak setuju dengan ide dan gagasan tersebut kemudian mengungkapkan gagasan yang lain. Dalam gagasan tersebut, saya mengemukakan bahwa bagaimana jika kami membuat Misa yang menarik sehingga membuat teman-teman yang lain menjadi tertarik untuk datang. Saya juga memberi contoh seperti menyelipkan drama sebelum romo memberikan homili, atau membuat mini games dengan menempatkan romo sebagai pemimpin games tersebut. Namun hal tersebut tentusaja tetap harus dikomunikasikan dengan Romo sebelumnya, agar apa yang kami lakukan tidak menyimpang dari pokok-pokok ekaristi.  Selain itu saya juga berharap dengan adanya drama atau mini games tersebut, kita bisa lebih mudah untuk mengerti apa yang disampaikan dalam Kitab Suci.


Gagasan saya ini langsung saja mendapatkan tanggapan negatif dari teman-teman OMK yang lain. Salah seorang teman *yang kebetulan ketua panitia langsung menyatakan ketidak setujuannya pada gagasan saya dan  mengatakan bahwa ia menginginkan Misa yang benar-benar seperti Misa minggu biasa. Teman yang lain pun menambahkan bahwa adanya drama atau mini games tersebut akan membuat konsentrasi dari teman-teman yang mengikuti Misa akan terpecah. Selain itu dia juga mengatakan bahwa jika kami membuat drama/mini games di tengah Misa, dikhawatirkan kami akan terbawa oleh ajaran agama lain. Mendengar ungkapan dan ketidak setujuan dari teman-teman OMK yang lain saya haya diam dan hanya berkata di dalam hati bahwa gagasan yang saya sampaikan mungkin kurang tepat dan baik.


Selang beberapa hari berlalu, saya akhirnya berkonsultasi dengan ibu saya mengenai masalah tersebut. Ibu saya yang kebetulan adalah guru agama itu hanya menyampaikan bahwa jika memang tujuannya untuk mempermudah kami dalam menyampaikan pesan yang ada di Kitab Suci kepada teman-teman yang lain, tentu saja diperbolehkan. Namun dengan catatan bahwa hal tersebut harus dikomunikasikan sebelumnya dengan Romo sebagai pemimpin Misa. Hal tersebut tentu saja akan menjadi lebih baik daripada kita melakukan sesuatu yang tidak jelas arahnya. Lebih lanjut, saya juga semakin menyadari bahwa ajaran agama yang saya anut itu luwes dan bersifat terbuka pada hal-hal yang dirasa baik *namun tetap harus sesuai dengan tatanan yang ada.  Saya juga merasakan bahwa ajaran agama yang saya anut itu tidak takut terbawa oleh ajaran agama yang lain, karena sifatnya yang unik dan khas.


Dari permasalahan tersebut saya hanya merasakan bahwa betapa sulitnya bagi kita untuk mengikuti hati kita. Mengapa tidak? Dimanapun kita berada, kita pasti akan selalu menemukan orang yang tidak sepaham dengan kita karena kita memang diciptakan unik dan berbeda. Sikap untuk mengikuti suara hati kita ini akan semakin sulit lagi apabila apa yang dikatakan oleh hati kita itu terkesan “berbeda” dengan pendapat dan pola pikir teman-teman yang sepemikiran, padahal apa yang berbeda itu belum tentu salah.  Sikap manusia yang terlalu cepat menyanggah *dibaca berpikiran tertutup terhadap sesuatu yang dinilai berbeda pun juga akan semakin menyulitkan kita untuk dapat menyuarakan dan mengikuti hati kita. 


Namun kita tidak perlu kawatir untuk tetap mengikuti suara hati kita, selama itu benar. Selain itu, kita pun juga harus tetap menjaga suara hati kita dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik agar suara hati kita tetap murni dan  benar. 

Bangkitlah! Gunakan hati dan otakmu! - Rm Suma-



-dam-